Sabtu, 23 November 2013

Pendidikan Indonesia... Solusi, atau Komplikasi tanpa akhir?

Bicara tentang pendidikan Indonesia, maka kata pertama yang terlintas di pikiran para pelajar Indonesia pada umumnya adalah "peer". Suka ga suka, terima ga terima, begitulah keadaannya.

Realitas! Kita singgung realitanya. Pelajar Ibu kota dituntut untuk sedia di sekolah pada pukul 06.30, bagi pelajar sekolah menengah atas mereka harus membatu disekolah untuk belajar hingga menjelang senja. Pulang ke rumah pun mereka ditunggu oleh tugas dan peer yang tidak bisa dibilang sedikit. Kerjain tugas dan peer sampe malem, tertidur di meja belajar, bangun kesiangan dan harus segera bersiap ke sekolah lagi. Alhasil, hari berikutnya dihadapi dengan persiapan yang lebih buruk dari hari sebelumnya. Itukan realitanya? jika anda senasib dengan saya, pasti anda sedang mengangguk-anggukan kepala anda di depan kompi anda sekarang.

Realita miris lainnya adalah, kita para pelajar Indonesia dituntut untuk menguasai belasan mata pelajaran, padahal rata-rata guru hanya mengajar di satu mata pelajaran, itu artinya guru pun belum tentu bisa menguasai belasan mata pelajaran itu (pernyataan ini terlontar tanpa mengurangi rasa hormat penulis kepada guru). Miris, tapi itu realitanya.

Artikel ini bukan untuk mencaci para petinggi pendidikan negeri ini, tapi coba kita pikirkan baik-baik. Jika pelajar Indonesia terus terhimpit di jadwal sepadat itu, sampai-sampai waktu tidur mereka gunakan untuk menyelesaikan tugas dan peer mereka, sedangkan ketika secara tidak direncanakan mereka tertidur di kelas, mereka mendapat hujatan yang tidak bisa dibilang enteng dari guru yang sedang mengajar. Lantas, dimana nilai kemanusiaan bagi para pelajar kita? bukankah om Rhoma bilang kalo masa muda itu masa yang berapi-api? dan bukankah tidak hanya IQ yag akan mempengaruhi masa depan pelajar kita? bukankah mereka masih harus mengejar EQ lewat bersosialisasi dan SQ lewat mendekatkan diri dengan Sang Pencipta? jika iya, lantas dimana waktu bagi mereka untuk melengkapi EQ dan SQ mereka sementara mereka harus melembur mengejar tuntutan IQ mereka?

Itulah realitanya kawan~ jawablah semua provokasi tanya di paragraf sebelum ini jika anda memang tau jawabannya. Yang jelas, untuk para petinggi pendidikan negeri ini, cobalah bayangkan kalau anda masih harus menghabiskan sebagian besar waktu anda untuk mengejar ijazah, dan kehabisan waktu untuk menggali pengalaman seperti yang dialami sebagian besar pelajar Indonesia saat ini. Pantaskah?


~spidi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar